Modal Rp 1 Juta Omzet Rp 60 Juta/bulan

Usaha Jamur Tiram
Saat bicara tentang jamur, mayoritas orang mungkin akan berpikir bahwa jamur itu beracun dan butuh perlakuan khusus jika hendak dimasak agar aman dari racun. Padahal nyatanya, tidak semua jamur itu beracun.

Seperti inilah tantangan yang harus dihadapi Mardiana, (39), warga Desa Simbang, Kecamatan Simbang, Kabupaten Maros, Sulsel. Dia salah satu perintis usaha budidaya jamur di Makassar dan sekitarnya yang hingga kini sudah berjalan 8 tahun dan tergolong sukses. Jika tadinya kesulitan memasarkan jamur tiram lantaran stigma di tengah masyarakat bahwa jamur itu beracun, kini terjadi sebaliknya. Dia justru kesulitan memenuhi tingginya permintaan.

Alhasil, Mardiana yang akrab disapa Diana, ibu dua anak yang masih kecil-kecil ini akhirnya menggandeng warga sekitar tempat usahanya itu dan diajarkan cara budidaya jamur. Mereka diberi pemahaman tentang jamur tiram yang lezat, bergizi dan aman dikonsumsi kemudian mengajarinya budidaya jamur tiram yang lebih dulu booming di daerah Jawa dan Bali itu. Bisa diolah jadi apa saja misalnya jadi jamur crispy, sup jamur dan sate jamur.

"Ibu-ibu yang tadinya cari kutu di tangga atau di teras rumahnya kini mereka lebih aktif karena disibukkan usaha jamurnya masing-masing," kata Diana saat ditemui di kediaman sekaligus tempat usaha jamurnya itu belum lama ini.

Suami dari Ahmad ini mengisahkan, usahanya dimulai tahun 2010 lalu dengan modal Rp 1 juta urunan atau patungan dengan seorang teman, rekan kerjanya di sebuah LSM. Beli 100 baglog dari Jawa berisi bibit jamur yang siap ditumbuhkan.

Berawal dari riset di internet mencari peluang usaha yang cocok dikembangkan di wilayah Makassar dan sekitarnya yang tidak begitu butuhkan investasi dana yang besar.

Pilihan jatuh ke usaha budidaya jamur karena di daerah Jawa dan Bali, usaha itu berkembang pesat. Pikiran alumnus jurusan Teknik Geologi Universitas Hasanuddin ini, kalau warga di Jawa dan Bali suka dengan jamur, kenapa di Makassar tidak, sementara soal selera kuliner sebenarnya tidak jauh berbeda.

"Saat itu saya berpikir pokoknya dimulai dulu, belum berpikir bagaimana pemasarannya," tutur Diana sembari tertawa. Menurutnya, bisnis jamur tiram saat itu seperti masuki hutan rimba.

Awalnya usaha dimulai di Kabupaten Bone, hasilnya pas-pasan. Kemudian dipindahkan ke Desa Taeng, Kecamatan Pallangga, Kabupaten Gowa lalu dipindahkan lagi ke Desa Simbang, Kabupaten Maros. Jika usai panen, jamur tiram diperkenalkan ke teman-teman, dijual sambil bawa sampel jamur dibagi gratis.

Hingga suatu hari, Diana melakukan survei ke sebuah supermarket. Di supermarket itu, ada dijual jamur tiram. Dia lalu tongkrongi untuk melihat kalangan mana yang banyak membeli jamur dan rupanya banyak dibeli oleh warga dari kalangan etnis Tionghoa.

"Akhirnya kita jual ke Pasar China di jl Bacan. Suami jual ke sana awalnya dua kilogram. Rupanya laris manis. Akhirnya pedagang di pasar itu kini yang beli di kita dan menjualnya jadi kita tinggal suplay. Menyusul dua pasar lagi yakni Pasar Sawah dan Pasar Kalimbu. Dan pemasaran terus meluas. Kini banyak pedagang yang ambil di kita, mereka jadi reseller dengan menjualnya ke pasar-pasar dan ke hotel-hotel. Kalau kita di sini, ada tiga hotel di Makassar yang kita suplay langsung," urai Mardiana.

Disebutkan, perhari jual sebanyak 400 - 500 kilogram per hari. Itu pun gabungan dari produksi usaha ibu-ibu sekitar Desa Simbang dan usaha dampingan dari Kabupaten Soppeng. Khusus di Makassar, ada 40 ibu-ibu warga sekitar yang mendapat pendampingan.

Karena banyaknya peminat sementara produksi minim, terpaksa dibagi rata. Misalnya satu reseller dijatahi 30 kilogram. Dijual dengan harga Rp 25 ribu per kilogram.

Saat ini bukan hanya menjual produk jamur, usaha Diana yang diberi nama Celebes Mushroom Farm ini juga memproduksi bibit jamur dibantu 11 karyawan. Per bulan kini memproduksi 7 ribu hingga 10 ribu baglog yang dijual Rp 4.000 per baglog. Selain melayani pembeli bibit jamur dari wilayah Sulsel, juga melayani dari wilayah Gorontalo dan Manado.

"Omzetnya kini sudah mencapai Rp 40 juta hingga Rp 60 juta per bulan dengan keuntungan bersih 40 persen dari total omzet," kata Diana.

Diana yang juga piawai di bidang IT ini mengungkap, permintaan juga datang dari Brasil dan Inggris tapi tidak bisa dipenuhi karena minimnya produksi.

"Saya berobsesi membuat usaha ini jauh lebih besar dari sekarang tapi masih terkendala dana," ungkap Diana.

Sebagaimana usaha lain, Diana juga alami pasang surut usaha yang tidak mudah. Pernah merugi sampai 2 ribu baglog. karena jamurnya tidak tumbuh hingga jamur diserang serangga dan jamur liar.

"Kegagalan itu terus dievaluasi. Saya belajar sendiri lewat internet. Alhamdulillah, kalau temukan lagi masalah di bisnis ini, tidak ditanggapi dengan panik karena masalah yang lebih berat sudah dilalui," pungkas Mardiana. (Merdeka)

No comments

Powered by Blogger.